www.nusantarabicara.co

www.nusantarabicara.co
Media Perjuangan Penerus Cita-cita "The Founding Fathers" Bangsa Indonesia
Home » , » Pilkada Bukan Sebagai Pertandingan Biaya Dan Isu Sara

Pilkada Bukan Sebagai Pertandingan Biaya Dan Isu Sara

Written By Nusantara Bicara on 4 Jan 2018 | Januari 04, 2018

Sekretaris Badiklat DPP PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari, menyatakan bahwa ‎dampak pemilu maupun pilkada akan menggerakkan perekonomian tetapi bersifat sesaat dan tidak fundamental. ‎Justru lebih penting memastikan pilkada dan pemilu sebagai bukan pertandingan biaya dan pertandingan isu yang bisa meretakkan seperti isu SARA.
Dampak ekonomi yang terasa langsung, menurut Eva, adalah bagi pelaku bisnis, yakni yang bergerak di sektor produksi alat-alat kampanye, terutama banner cetakan, kaos, dan catering.
“Bagusnya, pemanfaat langsung ini kebanyakan yang berusaha di wilayah di mana pilkada dilangsungkan. Jarang alat kampanye didatangkan dari luar daerah,” kata Eva Sundari, Selasa (2/1).
Jika ada kandidat menggunakan money politic dalam bentuk transportasi atau vote buying, juga akan menambah potensi pendapatan. Namun Eva menegaskan hal demikian takkan substantif menggerakkan perekonomian. Hanya sebatas pada dampak seperti bantuan langsung tunai (BLT) cash jaman lalu, yaknis sebatas konsumsi tapi tidak signifikan mengurangi kemiskinan. Ini berbeda dengan makna ‘menggerakkan perekonomian lokal’ melalui kerja bakti padat karya.
Dan harus diingat, kata Eva, pesta demokrasi harus dinilai dari esensi pilkada sendiri. Biaya yang tinggi mengganggu tujuan mencari ‘keterwakilan’ yang harusnya merujuk pada kemampuan kepemimpinan, kapasitas transformasi ke ekonomi kesejahteraan dari kandidat.
“Jadi kalau kandidat yang terpilih merupakan fungsi dari biaya, akan ada trade off serius terkait opportunity lost termasuk bagi pembangunan di wilayah tersebut,” kata Eva Sundari.
Dengan demikian, jauh lebih penting mengupayakan pilkada atau pemilu bukan sebagai pertandingan ‘biaya’ apalagi jika pakai isu SARA seperti di Jakarta. Rakyat pemilih malah merugi berkepanjangan karena pelayanan publik niscaya memburuk, bila hal demikian terjadi.
“Kita harus balik ke esensinya, bahwa pemilu adalah adu gagasan, cerminan kompetensi dan kapasitas kepemimpinan, bukan adu uang atau SARA,” kata Eva.
Ditegaskannya, tidak akan ada kemajuan keadilan sosial dari jualan uang atau sentimen kebencian. Karena pembangunan manusia membutuhkan kecerdasan dan persatuan, bukan adu kekayaan apalagi jualan perpecahan.
“Aturan-aturan pilkada dan pemilu harus memastikan fair game, not only free game untuk demokrasi. Pembatasan penting supaya tujuan representasi dan kualitas demokrasi bisa dijaga,” tandasnya.
Share this article :

Posting Komentar

 
Copyright © 2018 - All Rights Reserved
Created by Nusantara Bicara