NUBIC, Jakarta-Mengungkapkan data terbaru yang mengejutkan. Penyalahgunaan data
pengguna yang mulanya diperkirakan sekitar 50 juta, saat ini--informasi
yang disebutkan Facebook--ada sekitar 87 juta data pengguna menjadi
korban.
Yang menghebohkan, Indonesia juga kena imbasnya dan masuk tiga besar
negara yang berdampak pada penyalahgunaan data pengguna Facebook. Dari 87 juta pengguna yang bocor, 70,6 juta akun yang disalahgunakan
berasal dari Amerika Serikat (AS), Filipina berada di posisi kedua
dengan 1,2 juta akun, dan Indonesia ada di posisi ketiga dengan sekitar 1
juta akun.
foto(Liputan6) |
Tepatnya, dari total jumlah akun yang disalahgunakan, 1,3 persen di
antaranya adalah milik pengguna Indonesia. Pertanyaannya, data pengguna
Facebook di Indonesia disalahgunakan untuk apa?
Pengamat Media Sosial Abang Edwin Syarif Agustin mengatakan, data
pengguna yang bocor bisa dimanfaatkan untuk apapun, tergantung pihak
mana yang menggunakannya.
Data pengguna yang bocor itu mungkin dianalisis segmentasi
psikografisnya orang Indonesia. Jadi tergantung pihak yang mengambil,
mau menggunakannya untuk apa," ujar pria yang karib disapa Edwin, Kamis (5/4/2018) sore di Jakarta.
Sebagai contoh, Edwin melanjutkan, bila perusahaan konsultan politik
dan analisis data Cambrige analytica yang menggunakannya, data-data
tersebut bisa dimanfaatkan untuk mengubah mindset orang agar mereka bisa memilih (calon presiden, misalnya) sesuai keinginan si penganalisis data.
"Kalau kasusnya terjadi saat pemilihan umum (pemilu) berlangsung,
saya lihat demokrasinya yang dipermainkan. Itu sama saja dengan
demokrasi AS yang dipermainkan," ucapnya.
Pria berkacamata ini berujar, selain Facebook,
kemungkinan perusahaan digital lain melakukan pola serupa. Misalnya
saat seseorang memutuskan untuk membuka akun media sosial, mereka
diminta untuk memasukkan data dan kemudian saat menggunakan layanan
muncul iklan-iklan yang sesuai dengan ketertarikan pengguna.
"Kenapa iklannya bisa sesuai? Itu artinya mereka (penyedia layanan)
mempelajari kebiasaan pengguna dan kita tidak sadar dengan itu," imbuh
Erwin memaparkan. Artinya, Erwin menegaskan, bukan hanya Facebook yang memiliki data
dan bisa menganalisis data pengguna untuk berbagai tujuan. "Ini praktik
yang umum di industri digital advertising," tandasnya.
Haruskah Pengguna Indonesia Hapus Facebook?
Lantas dengan adanya kejadian ini, haruskah pengguna Indonesia
berhenti memakai Facebook? Edwin mengatakan pengguna tidak perlu menutup
atau menghapus akun Facebook mereka.
"Tidak perlu menutup akun, yang penting kita tahu celahnya di mana.
Facebook saat ini juga berada di bawah tekanan, sehingga tidak mungkin
dalam waktu dekat Facebook akan kembali melakukan kesalahan yang sama,"
tukasnya.
Lebih lanjut, Edwin juga menyebut pengguna sebaiknya tidak hanya mengandalkan satu platform media sosial.
"Ada baiknya kita tidak mengandalkan satu platform, misalnya hanya pakai Facebook. Seandainya Facebook bangkrut kita tidak akan bisa berbuat apapun dan sudah lost contact," tuturnya.
Dia juga menjelaskan pentingnya membaca dan mengetahui syarat dan
ketentuan penggunaan layanan media sosial sebelum memutuskan untuk
menggunakannya.
"Sebenarnya kalau kita berhati-hati, kita bisa terhindar dari
penyebaran data di media sosial, tetapi kebanyakan pengguna tidak
membaca term and condition," imbuhnya.
Selain itu, kata Edwin, di platform media sosial--khususnya Facebook--terdapat pengaturan privasi.
"Facebook punya pengaturan privasi, mereka memberikan menu pengaturan privasi yang bisa diatur," kata Edwin.
Untuk itu dia mengajak pengguna platform media sosial mempelajari lebih jauh tentang pengaturan privasi yang disajikan media sosial.
"Masalahnya, Facebook,
Google dan lain-lain itu gratis. Jadi kita secara enggak langsung
dengan sukarela 'membayar' dengan data pribadi kita. Karena itu semua
gratis, kita juga tidak memiliki kekuatan hukum untuk menuntut penyedia platform media sosial," pungkasnya.
Posting Komentar