Yahukimo
(18/04/2018) – Hetang Jhon Asso seorang ketua Yayasan
sekaligus Kepala Sekolah Alam Wusihun Papua berpendapat tentang arti “Damai” di
tanah Papua.
“Papua Tanah Damai” adalah
kalimat yang sudah dikumandangkan sejak Otthow dan Gosller ada di tanah Papua
pada tahun 1855, dan pada era pemerintahan sudah disuarakan sejak tahun 2000
hingga sekarang.
Apakah “Damai” itu hanya
slogan? Apakah “Damai” itu ada bentuk dan ukuran fertikal dan horizontal yang
bisa dirasakan?
“Jawaban sederhana saja
bahwa “DAMAI” itu dimulai dari kebiasaan hidup positif, aman, nyaman dan
sejahtera, yang tumbuh dari setiap individu, setiap keluarga, setiap suku,
setiap agama dan lain sebagainya,” jelasnya.
Beliau juga berpendapat, berbicara
tentang “Damai” adalah hal yang mudah, namun dalam implementasi kehidupan
masyarakat, terasa menjadi hal yang berat bukan karena mengerti, justru menjadi
sulit untuk dimengerti.
“Sadar atau tidak, kaum
intelek, kaum profesi dan kaum pelajar bahkan pimpinan pejabat kampungpun
menjadi provokator dan pada akhirnya Hidup Damai dan Rukun tidak terasa pada
khalayak masyarakat, justru menciptakan konflik dan ketraumaan,” tanggapnya.
Hetang Jhon Asso mengambil
contoh kasus perang suku yang ada di Papua maupun Papua Barat seperti,
Siep-Asso dan Lokon Husage yang terjadi sejak bulan September 2017 – Januari 2018
serta antara Kurima dan Hitigama.
“Masalahnya hanya sepele,
tetapi akibat dari itu semua terdapat korban yang berjatuhan, rumah warga,
tempat ibadah, rumah sakit hingga sekolah juga dibakar,” jelasnya.
Sampai hari ini, masyarakat
Siep Asso yang memukim di Kampung Hunen dan Kampung Wuserem dan sekitarnya
tidak mendapat makanan, dimana Pemerintah Yahukimo yang tidak menanggapi
persoalan tersebut sehingga menjadi berlarut, semakin membengkak, perekonomian
masyarakat Siepp Asso dan Lokon Husage putus serta aktifitas sekolah, belajar
mengajar lumpuh karena faktor ketidaknyamanan karena perang suku.
“Kegiatan anak sekolah alam
Wusihun Papua dimana sekolah terletak di Kampung Wuseren yang didirikan oleh
TNI terkhusus Kodim 1702/Jayawijaya sekarang terhenti karena masyarakat mengungsi
ke hutan,” ucapnya.
Jika diketahui bahwa
anak-anak disana memiliki tekad yang kuat untuk belajar di sekolah alam Wisuhun
Papua dimana untuk menuju ke kampung Wuseren hanya bisa lewat Distrik Kurima
Kab. Jayawijaya dengan perjalanan 4-5 jam jalan kaki.
Hampir di semua Provinsi
Papua maupun Papua Barat terjadi perang suku karena hanya hal sepele seperti
pembakaran mobil angkutan masyarakat, masalah hak waris sebidang tanah dan
akhirnya menimbulkan permasalahan dan jatuhnya korban.
“Jika dinilai, persoalan itu
ditinjau secara kronologis yang ternyata hanya persoalan sederhana, tetapi
masyarakat tidak bisa sadar dan menyelesaikan hal tersebut kepada rana hukum
dengan hikmah dan bijaksana,” tegasnya.
Aparat keamanan TNI-Polri
yang memiliki peran penting dalam menangani permasalahan dimasyarakat juga
menjadi korban meninggal.
“Padahal kita semua tahu
bahwa tugas TNI-Polri adalah tugas yang sangat berat untuk menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat, tetapi masyarakat tidak mau memahami dari perjuangan
aparat keamanan sehingga aparat keamanan itu sendiri menjadi korban,” tuturnya
lagi.
Adapun foto-foto masyarakat
yang meninggal diunggah di dalam media sosial seperti Facebook, Twitter, koran oleh
orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang mengatakan bahwa TNI-Polri
melakukan pembunuhan kepada masyarakat.
“Orang-orang yang tidak bertanggung
jawab menyebarkan isu dan mengunggah foto korban meninggal di sosial media
seakan-akan itu adalah perbuatan TNI-Polri, seakan-akan TNI-Polri melanggar
HAM, tetapi itu tidak sesuai fakta yang terjadi dan hanya memutarbalikkan fakta
untuk mencuci otak masyarakat,” pungkasnya.
Untuk itu, Hetang Jhon Asso
yang sebagai tulang punggung tiga pilar atau tungku emas Papua yaitu antara
lain Agama, Adat dan Pemerintah, mengajak kepada seluruh masyarakat serta para
pemuda untuk menjadi perekat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia untuk sadar dan hidup damai, rukun dan berintegritas dana
berkehidupan berbangsa dan bernegara.
Posting Komentar