NUBIC, Papua-Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan pemerintah
berkomitmen untuk konsisten dalam membangun sektor kelautan dan
perikanan di kawasan Indonesia timur. Komitmen tersebut diwujudkan
dengan pembangunan sektor perikanan melalui berbagai kegiatan usaha, di
antaranya bidang perikanan budi daya, seperti dukungan usaha budi daya
lele sistem bioflok dan pakan ikan mandiri.
Seusai panen lele bersama di Unit Pembenihan Rakyat (UPR) ikan Lele
Onomi Hawai, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, pertengahan Maret
lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan mengatakan pihaknya sudah lama
meminta kepada Dirjen Budi Daya Kementeran Kelautan dan Perikanan (KKP)
untuk mengembangkan lele bioflok di Papua.
Lele bioflok yang dipanen tersebut adalah bantuan Direktorat Jenderal
Perikanan Budi Daya (DJPB) melalui Balai Besar Pengembangan Budi Daya
Air Tawar (BBPBAT) pada tahun 2017. Bantuan tersebut diberikan dalam dua
paket yang masing-masing terdiri dari delapan lubang. Masing-masing
lubang berisi 3.000 ekor lele dengan ukuran 7 cm sampai dengan 8 cm.
Guna mendukung keberhasilan budi daya tersebut, pemerintah melengkapi
bantuan dengan empat ton pakan ikan berikut peralatan penunjang seperti
pompa, blower, dan genset 1.000 KPA. Bantuan tersebut bernilai total
Rp390 juta. Tak hanya bantuan permodalan, pemerintah juga memberikan
pendampingan selama tiga minggu kepada pembudi daya dan menyediakan
konsultasi yang dapat berkelanjutan.
Sejak diberikan pada bulan November 2017 hingga hari ini, 16 lubang
lele bioflok bantuan tersebut sudah dipanen. Masing-masing lubang
menghasilkan lima ton lele dengan ukuran 5-6 ekor/kg.
Menteri Susi berharap agar dengan teknologi budi daya ini produksi
ikan yang diperoleh dapat berlipat sehingga bisa menjadi pemasok ikan di
wilayah Papua. Banyaknya warga yang dapat terlibat juga menjadi
pertimbangan. Selain kelompok budi daya atau koperasi, kata dia,
sebenarnya masyarakat seperti ibu-ibu rumah tangga juga bisa
menerapkannya.
Selain teknologi bioflok, KKP juga mendorong pengembangan pakan ikan
mandiri di Papua mengingat ketersediaan bahan baku lokal yang melimpah,
seperti jagung dan kedelai. Dengan pakan mandiri diharapkan keuntungan
yang diperoleh pembudi daya akan lebih besar.
Kerja Sama
Tidak hanya fokus pada persoalan produksi, Menteri Susi juga
menyoroti pentingnya penguatan permodalan dan persoalan pemasaran. Untuk
kedua hal ini, dia menegaskan kesiapan KKP untuk bekerja sama dengan
pemda setempat.
Terkait dengan perikanan tangkap, dia berharap agar ikan hasil
tangkapan di perairan Papua didaratkan dahulu di Papua. Selanjutnya,
dilakukan penimbangan dan dipungut retribusinya sebelum ikan tersebut
dikirim keluar dari Papua. Dengan begitu, keluar masuk ikan dari Papua
selalu melalui pendataan dan memberikan manfaat nyata bagi daerah. KKP
juga mendorong makin banyak ekspor komoditas perikanan hasil tangkapan
dari nelayan tradisional dari berbagai daerah.
Menteri Susi di Pelabuhan Papua Barat, mengungkapkan bahwa pihaknya
beberapa waktu lalu telah bertemu dengan Pelindo IV yang berencana
membawa cold storage terapung untuk membeli ikan dari nelayan
tradisional dan langsung ekspor dari timur Indonesia. Rencananya, ekspor
ikan dari hasil tangkapan nelayan tradisional tersebut akan mulai
berjalan dalam waktu satu atau dua bulan ke depan.
Guna mendorong produksi hasil tangkapan nelayan tradisional, KKP akan
memberikan bantuan alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan berupa
jaring sebagai pengganti alat tangkap ikan yang dilarang dan masih
digunakan nelayan. Alat tersebut tidak hanya akan melestarikan
lingkungan dan biota laut, tetapi bisa meningkatkan hasil tangkapan
serta menyejahterakan para nelayan.
Dengan adanya kebijakan larangan penggunaan alat penangkapan ikan
yang merusak, pemerintah tidak bermaksud untuk menyengsarakan nelayan,
khususnya nelayan tradisional. Susi berpesan agar upaya yang dilakukan
KKP dalam menghentikan kapal asing dan alat tangkap trawl dan juga
penindakan penangkapan ikan merusak dapat terus dilanjutkan oleh
pemerintah daerah.
Ia mengimbau masyarakat jangan menghabiskan induk kepiting di alam
karena penangkapan dan eksploitasi terus-menerus akan mengancam
keberadaan komoditas tersebut. Menurut Susi, dirinya telah melihat bahwa
di Australia, induk kepiting betina tidak diambil sehingga jumlahnya
juga makin banyak di alam bebas. Apalagi, kepiting bakau merupakan salah
satu komoditas sektor perikanan yang bernilai ekonomis tinggi.
Susi khawatir kejadian punahnya ikan sidat di Pulau Jawa atau lobster
di beberapa wilayah lainnya terjadi lagi pada komoditas kepiting di
Papua akibat perburuan bibit secara masif di alam. Bila tidak ada bibit,
tidak ada akan sehingga jangan sampai budi daya perikanan di Tanah Air
membuat diambil sebanyak-banyaknya untuk dibesarkan lalu tidak
meninggalkan induk-induknya di alam.
Sentra Kelautan
Susi yang telah meninjau pembangunan sentra kelautan dan perikanan
terpadu (SKPT) di Merauke, Papua, juga menyatakan bahwa SKPT tersebut
bakal membangun perekonomian perikanan lokal. Masih ada beberapa
fasilitas penunjang yang perlu ditambahkan sebelum SKPT Merauke
diresmikan. Saat ini telah dibangun kantor layanan, cold storage, mesin pembuat es, tempat pelelangan ikan (TPI), dermaga, dan fasilitas air bersih.
Namun, beberapa fasilitas penunjang, seperti depot bahan bakar minyak
(SPDN), rumah singgah nelayan, kedai makan, dan gudang-gudang, menurut
dia, masih perlu ditambah.
Sementara itu, Dirjen Perikanan Tangkap KKP Sjarief Widjaja
mengemukakan bahwa saat ini pemerintah tengah fokus mendorong masyarakat
Merauke dan Papua secara umum untuk ikut serta mendukung pembangunan
SKPT ini.
KKP, papar Sjarief Widjaja, pada saat ini tengah menyiapkan sekitar
60 kapal yang akan langsung dibangun di Merauke sendiri dengan penerapan
konsep cash for work.
"Mereka (warga Merauke) akan membangun kapal sesuai dengan kebutuhan
mereka. Kapalnya dari kayu, dan itu untuk orang Merauke semuanya. Dengan
begitu rasa memiliki bahwa ini SKPT untuk masyarakat Merauke akan
terjadi," tutur Sjarief.
Dengan pembangunan SKPT ini diharapkan transaksi usaha perikanan
Papua akan meningkat. Untuk itu, pemerintah juga tengah mengupayakan
dukungan penambahan fasilitas kapal angkut dengan menggandeng BUMN,
seperti Perum Perindo dan PT Pelni untuk menekan biaya logistik. Dengan
demikian, harga ikan dari SKPT Merauke dapat bersaing di pasaran.
Posting Komentar