NUBIC,.Bandung
- Komisioner KPU Jabar Divisi SDM dan Hubungan Partisipasi Masyarakat,
Nina Yuningsih mengajak pemilih memerangi praktik-praktik intimidasi,
politik uang, politik identitas, jual beli suara, dan menukar suara
dengan sembako. Apalagi sebagian waktu kampanye bertepatan dengan
Ramadhan dan Idul Fitri, dengan peredaran kantong kresek berisi sembako
semakin bertambah. Belum lagi ada anggapan pemberian uang dari calon
pemimpin disebut 'asal karaos, kahatos, aya artos' seolah-olah menjadi
pembenaran money politic.
Hal itu dikemukakan Nina
di hadapan keluarga besar Kopri PKC Jabar pada acara sosialisasi Pilgub
Jabar di Gedung BKM Jl. Burangrang Bandung, Jumat (4/5). Kegiatan itu
juga dihadiri perwakilan IPNU, GMNI, GMKI, Jaman, PWNU, dan Pengurus
Persis Kabupaten/Kota se-Jawa Barat.
Menurut Nina,
kaum perempuan harus berani melawan tantangan itu dengan memahami pemilu
dan peran sebagai pemilih. "Meski kecewa terhadap pemerintah misalnya,
kaum perempuan harus menggunakan hak pilih dengan baik," sebutnya.
Dengan
memilih, ada peluang untuk mengubah pemerintahan ke arah yang lebih
baik. Begitu pula sebaliknya, apatisme tidak akan membawa perubahan.
"Bagaimanapun juga pemilu merupakan upaya memilih pemimpin, yang
selanjutnya melahirkan kebijakan, dan kebijakan itu memberi peluang
perubahan," ujarnya sambil mengingatkan apatisme identik dengan memberi
kesempatan kepada calon yang tidak baik untuk berkuasa.
Sementara
itu, Ketua Kopri PKC Jawa Barat Ariyanti Marwah menjelaskan kegiatan
sosialisasi yang bertema "Siapa Bilang Perempuan Alergi Politik?
Meningkatkan Partisipasi Politik Perempuan" itu berangkat dari
kegelisahan rendahnya partisipasi politik kaum perempuan. "Dari 574
kandidat di pilkada, hanya 49 yang menjadi cagub/cawagub, cabup/cawabup,
dan cawalkot/cawawalkot perempuan," tandasnya.
Jumlah
ini tentu belum signifikan. Padahal, di tengah affirmative action
kesetaraan gender dan sustainable development goals, kaum perempuan
seharusnya mendapat kesempatan yang lebih baik. Namun ia pun merasa
berlapang dada, karena pemilu sekarang memiliki sensitivitas dan
perspektif gender. Untuk itu, Ariyanti mengajak kaum perempuan menjadi
aktor pemilih. "Tapi tidak asal pilih, tidak pula menjadi alat kampanye
politik praktis, serta menggunakan hak pilih pada 27 Juni mendatang
dengan menjadi pemilih cerdas. Pilihlah calon pemimpin yang dapat
dipertanggungjawabkan," pungkasnya. (Iwan)
Posting Komentar