NUBIC,.PPWI,
JAKARTA - Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Abdul
Kohar mempertanyakan lamanya proses administrasi yang dilakukan pihak
Dewan Pers selaku tergugat Perbuatan Melawan Hukum untuk membuktikan
legal standingnya sebagai pemberi surat kuasa kepada dua pengacaranya,
Frans Lakaseru dan Dyah HP.
Hal
itu dipertanyakan, dikarenakan setelah diberi waktu selama hampir dua
minggu, kuasa hukum Dewan Pers masih juga belum menyerahkan dokumen yang
diminta majelis hakim pada sidang sebelumnya, sebagai bukti bahwa
Yoseph Adi Prasetyo memiliki legal standing untuk menunjuk keduanya
sebagai kuasa hukum.
"Kenapa
dokumen keabsahan tergugat begitu lama untuk bisa disiapkan?" tanya
Ketua Majelis Hakim Abdul Kohar saat sidang ke-3 berlangsung di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 31 Mei 2018.
Menjawab
pertanyaan Majelis Hakim, Frans Lakaseru selaku kuasa hukum Dewan Pers
menjelaskan bahwa kliennya selaku principal masih mengumpulkan dokumen
untuk memenuhi permintaan hakim.
Sementara
itu, Kuasa hukum penggugat Dolfie Rompas mengaku heran atas lamanya
administrasi yang dilakukan pihak Dewan Pers untuk membuktikan bahwa
Yoseph Adi Prasetyo memiliki legal standing untuk bertindak sendiri atas
nama Dewan Pers menunjuk kuasa hukum.
"Jika
mengacu pada hukum acara, seharusnya dalam tiga kali sidang tergugat
tidak hadir atau tidak mampu menunjukan bukti memiliki legal standing
dalam menghadapi gugatan ini maka hakim bisa memutuskan Verstek," ujar
Rompas kepada awak media usai sidang.
Kendatipun
demikian, Rompas mengaku pihaknya beritikad baik dan memberi kesempatan
kepada kuasa hukum Dewan Pers untuk memenuhi permintaan dari Majelis
Hakim Pengadilan Jakarta Pusat sampai pada sidang pekan depan.
"Saya berharap Dewan Pers bisa ikut sidang agar semua permasalahan bisa terungkap dalam persidangan," tambahnya.
Sedangkan,
Tondi Situmeang, kuasa hukum penggugat yang juga turut hadir dalam
persidangan menambahkan, jika pihak kuasa hukum Dewan Pers tidak bisa
membuktikan legal standingnya pada sidang pekan depan maka hakim berhak
memutuskan untuk melanjutkan sidang dengan mendengarkan keterangan
saksi-saksi penggugat.
Menyikapi
sidang kali ini, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Persatuan Pewarta
Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke menganggap Dewan Pers sebagai
lembaga yang tidak kredibel. "Ha-ha-ha.... Manajemen Dewan Pers
abal-abal..." sebut Wilson dalam rilis yang diterima redaksi.
Pada
persidangan hari ini, lanjut Wilson, Kamis, 31 Mei 2019 di PN Jakarta
Pusat, penasehat hukum Dewan Pers tidak mampu menunjukkan keabsahan
kepengurusan yang membuktikan bahwa Yosef sah sebagai ketua Dewan Pers
dan diberi kewenangan untuk menunjuk penasehat hukum mewakili Dewan Pers
di pengadilan.
"Mereka
sudah diberi waktu sepuluh hari sejak persidangan ke-2, Senin 21 Mei
lalu, untuk melengkapi dokumen Dewan Pers agar legal standing mereka
dapat diterima mewakili dewan pers. Hakim Ketua bahkan bertanya, mengapa
lama sekali untuk bisa melengkapi bukti-bukti keabsahan yang diminta
pengadilan? PH Dewan Pers meminta penundaan sidang hingga Kamis depan, 7
Juni 2018, untuk melengkapi (bahasa mereka mengumpulkan data-data)
dewan pers. _Opo tumon rek...?_ Uang negara habis digunakan Dewan Pers
untuk membiayai operasional lembaga itu secara serampangan, POLA
MANAJEMEN ABAL-ABAL," imbuh lulusan PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu.
Pada
kesempatan yang sama, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pers
Republik Indonesia (SPRI) Hence Mandagi ikut menyorot lamanya proses
administrasi pembuktian legal standing penunjukan kuasa hukum Dewan
Pers.
"Hari ini Dewan
Pers membuktikan sendiri sebagai lembaga yang sangat tidak profesional.
Bagaimana bisa dia (Red - Dewan Pers) mau mengurus wartawan, media, dan
organisasi pers, sedangkan mengurus administrasi internal saja tidak
becus," pungkasnya.
Sidang
lanjutan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap Dewan Pers ini
akan kembali dilanjutkan pada Kamis, 07 Juni 2018 mendatang. [JML/Red]
Posting Komentar