NUBIC,
JAKARTA - Semangat penegakan hukum yang dilakukan penegak hukum sering kali dituding hanya sebagai kosmetik, lagi-lagi publik dibuat kecewa. proses hukum yang dilakukan lembaga penegak hukum tak dapat memuaskan harapan masyarakat, ketika hukum harus dihadapkan pada kekuatan kapitalisme dan institusi.
Janji Bareskrim Polri menghadiri gugatan praperadilan yang diajukan Tim Advokasi Pembela Adat Budaya Masyarakat Minang hanya omong kosong. Dalam sidang yang kembali digelar kemarin (11/12), Polri kembali tidak hadir tanpa pemberitahuan sama sekali. Padahal, menurut informasi hakim, polisi menyatakan siap menghadapi gugatan praperadilan Tim Advokasi Pembela Adat Budaya Minang itu di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Janji Bareskrim Polri menghadiri gugatan praperadilan yang diajukan Tim Advokasi Pembela Adat Budaya Masyarakat Minang hanya omong kosong. Dalam sidang yang kembali digelar kemarin (11/12), Polri kembali tidak hadir tanpa pemberitahuan sama sekali. Padahal, menurut informasi hakim, polisi menyatakan siap menghadapi gugatan praperadilan Tim Advokasi Pembela Adat Budaya Minang itu di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Sidang praperadilan mestinya digelar pukul 10.00
WIB. Namun, tak kunjung dimulai. Alasannya, menunggu pihak kepolisian yang
menjadi termohon belum juga hadir. Pihak pemohon yang sudah menunggu sejak
pukul 09.00 terpaksa menunggu hingga istirahat siang, namun kepolisian tidak
juga menunjukkan kehadirannya. Walhasil, hakim tunggal yang menangani kasus
tersebut memutuskan membuka sidang sekitar pukul 13.30 WIB.
Hakim yang memeriksa absen dari pihak pemohon Tim
Advokasi Pembela Adat Minang dinyatakan lengkap. Namun, tidak kepada pihak
termohon, yakni dari Bareskrim Polri. Barisan yang mestinya diisi kepolisian
itu kosong melompong. Tidak ada satu pun perwakilan yang hadir.
Karena alasan tersebut, hakim menyatakan akan
kembali memanggil penyidik Bareskrim Polri. Rencananya sidang akan digelar minggu
depan Selasa (18/12). “Harus dipanggil satu kali lagi. Sembari melengkapi berkas
yang diperlukan pemohon, jika tetap
tidak hadir persidangan, praperadilan akan tetap bisa dilanjutkan meskipun
tanpa kehadiran termohon,” terang hakim.
H. Zulhendri Hasan SH. MH, korban yang sekaligus
menjadi ketua Tim Advokasi Pembela Adat Budaya Minang menyayangkan sikap hakim yang
masih menunda proses persidangan. Apalagi, sidang sudah ditunda dua kali hanya
karena ketidakhadiran termohon.
“Saya minta kewibawaan hakim”. Pertama ketika
hakim tidak konsisten dengan janjinya, ia sudah melakukan tindakan
indisiplioner dalam proses persidangan. Kedua ketika termohon dalam hal ini
sudah dipandang tidak menggunakan haknya, tidak usah ditunggu karena
undang-undang sudah memberikan sebuah aturan. Dipanggil secara patut, kalau dia
tidak datang, ya sudah berarti dia tidak menggunakan haknya, tidak perlu
ditunggu.
Ketiga tidak ada juga sebuah keharusan seorang
majelis hakim itu harus berkonsultasi dengan ketua pengadilan apalagi berkenaan
dengan proses hukum yang menjadi diskresi dia sebagai ketua majelis hakim.
“Jadi, saya melihat ada keragu-raguan majelis
hakim dalam rangka melaksanakan sebuah proses persidangan, tidak ada perlawanan
dari pihak termohon , majelis hakim sudah mengalami keraguan, bagaimana ada
perlawanan.”
Nah, ini menjadi tanda tanya besar netralitas
independensi dari seorang majelis hakim itu harus dijaga, jangan dia
khawatir dengan sesuatu hal yang menjadi kewenangan dia sepanjang dia berjalan
pada rel nya, gak usah dipikirin. Koridornya adalah undang-undang, papar Zul.
Zulhendri bersama timnya meminta ketegasan hakim
untuk memastikan sidang praperadilan selanjutnya bisa digelar apabila
kepolisian kembali mangkir. “Hadir atau tidak termohon pada sidang selanjutnya
Selasa (18/12), sidang praperadilan ini mesti tetap digelar ke proses selanjutnya,”
harapnya.
Dalam praperadilan itu, tim kuasa hukum korban mempermasalahkan
penghentian penyidikan laporan polisi masyarakat kepada Produser, sutradara dan
pemeran dalam film Cinta Tapi Beda. Dimana dalam film itu digambarkan peran
seorang gadis minang yang berkelakuan seperti seorang penganut agama katolik
yang taat.
Padahal di Minang itu jelas-jelas masyarakatnya
mempunyai semboyan “Adat Basandikan Syara, Syara Basandikan Kitabullah” yang
artinya adat dan masyarakat minang pedomannya adalah Al Qur’an. Dengan kata
lain orang minang itu adalah beragama islam.
Namun dalam film Cinta Tapi Beda itu digambarkan
ada orang minang yang beragama katolik. Ini pengaburan fakta dari sebuah adat masyarakat
yang ada yang telah dijaga secara turun temurun, bahkan sampai ke anak cucu kelak
akan kami jaga semboyan itu, tegas pengacara minang ini dengan gusar.
Sikap ketidak hadiran aparat penegak hukum dalam
panggilan sidang juga sempat menuai kritik dari Indonesia Police Watch (IPW). Seperti
yang dikutip dari keterangannya beberapa waktu yang lalu, terkait ketidak
hadiran aparat kepolisian dalam panggilan sidang praperadilan. Ketua IPW Neta S
Pane menyebut, seharusnya penyidik Polri menghargai upaya praperadilan.
Ketidakhadiran penyidik sangat disayangkan karena bisa dinilai sebagai upaya
melecehkan lembaga peradilan. Mengingat, lembaga ini adalah sarana bagi
masyarakat untuk mendapatkan keadilan dari kemungkinan rekayasa oknum kepolisian.
Selain itu, menurut dia, Mabes Polri perlu
menegur penyidik yang tidak mau menghadiri praperadilan tersebut. Sebab, sikap
tersebut menunjukkan penyidik tidak profesional dalam menjalankan tugasnya
sebagai anggota Polri. Karena mangkir itu secara jelas mencederai proses hukum
dan melanggar rasa keadilan masyarakat.
“Apalagi kalau tidak ada penjelasan dari penyidik
kenapa tidak hadir dua kali persidangan. Itu sama saja melecehkan lembaga
peradilan,” jelasnya.(*)
Posting Komentar