www.nusantarabicara.co

www.nusantarabicara.co
Media Perjuangan Penerus Cita-cita "The Founding Fathers" Bangsa Indonesia
Home » » Bareskrim Kembali Mangkir dari Sidang, Praperadilan SP3 Penistaan Adat Budaya Minang Lagi-lagi Tertunda

Bareskrim Kembali Mangkir dari Sidang, Praperadilan SP3 Penistaan Adat Budaya Minang Lagi-lagi Tertunda

Written By Nusantara Bicara on 12 Des 2018 | Desember 12, 2018




NUBIC, JAKARTA - Semangat penegakan hukum yang dilakukan penegak hukum sering kali dituding hanya sebagai kosmetik, lagi-lagi publik dibuat kecewa. proses hukum yang dilakukan lembaga penegak hukum tak dapat memuaskan harapan masyarakat, ketika hukum harus dihadapkan pada kekuatan kapitalisme dan institusi.

Janji Bareskrim Polri menghadiri gugatan praperadilan yang diajukan Tim Advokasi Pembela Adat Budaya Masyarakat Minang hanya omong kosong. Dalam sidang yang kembali digelar kemarin (11/12), Polri kembali tidak hadir tanpa pemberitahuan sama sekali. Padahal, menurut informasi hakim, polisi menyatakan siap menghadapi gugatan praperadilan Tim Advokasi Pembela Adat Budaya Minang itu di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Sidang praperadilan mestinya digelar pukul 10.00 WIB. Namun, tak kunjung dimulai. Alasannya, menunggu pihak kepolisian yang menjadi termohon belum juga hadir. Pihak pemohon yang sudah menunggu sejak pukul 09.00 terpaksa menunggu hingga istirahat siang, namun kepolisian tidak juga menunjukkan kehadirannya. Walhasil, hakim tunggal yang menangani kasus tersebut memutuskan membuka sidang sekitar pukul 13.30 WIB.

Hakim yang memeriksa absen dari pihak pemohon Tim Advokasi Pembela Adat Minang dinyatakan lengkap. Namun, tidak kepada pihak termohon, yakni dari Bareskrim Polri. Barisan yang mestinya diisi kepolisian itu kosong melompong. Tidak ada satu pun perwakilan yang hadir.

Karena alasan tersebut, hakim menyatakan akan kembali memanggil penyidik Bareskrim Polri. Rencananya sidang akan digelar minggu depan Selasa (18/12). “Harus dipanggil satu kali lagi. Sembari melengkapi berkas yang diperlukan pemohon,  jika tetap tidak hadir persidangan, praperadilan akan tetap bisa dilanjutkan meskipun tanpa kehadiran termohon,” terang hakim.

H. Zulhendri Hasan SH. MH, korban yang sekaligus menjadi ketua Tim Advokasi Pembela Adat Budaya Minang menyayangkan sikap hakim yang masih menunda proses persidangan. Apalagi, sidang sudah ditunda dua kali hanya karena ketidakhadiran termohon.

“Saya minta kewibawaan hakim”. Pertama ketika hakim tidak konsisten dengan janjinya, ia sudah melakukan tindakan indisiplioner dalam proses persidangan. Kedua ketika termohon dalam hal ini sudah dipandang tidak menggunakan haknya, tidak usah ditunggu karena undang-undang sudah memberikan sebuah aturan. Dipanggil secara patut, kalau dia tidak datang, ya sudah berarti dia tidak menggunakan haknya, tidak perlu ditunggu.

Ketiga tidak ada juga sebuah keharusan seorang majelis hakim itu harus berkonsultasi dengan ketua pengadilan apalagi berkenaan dengan proses hukum yang menjadi diskresi dia sebagai ketua majelis hakim.

“Jadi, saya melihat ada keragu-raguan majelis hakim dalam rangka melaksanakan sebuah proses persidangan, tidak ada perlawanan dari pihak termohon , majelis hakim sudah mengalami keraguan, bagaimana ada perlawanan.”

Nah, ini menjadi tanda tanya besar netralitas independensi dari seorang majelis hakim itu harus dijaga,  jangan  dia khawatir dengan sesuatu hal yang menjadi kewenangan dia sepanjang dia berjalan pada rel nya, gak usah dipikirin. Koridornya adalah undang-undang, papar Zul.

Zulhendri bersama timnya meminta ketegasan hakim untuk memastikan sidang praperadilan selanjutnya bisa digelar apabila kepolisian kembali mangkir. “Hadir atau tidak termohon pada sidang selanjutnya Selasa (18/12), sidang praperadilan ini mesti tetap digelar ke proses selanjutnya,” harapnya.

Dalam praperadilan itu, tim kuasa hukum korban mempermasalahkan penghentian penyidikan laporan polisi masyarakat kepada Produser, sutradara dan pemeran dalam film Cinta Tapi Beda. Dimana dalam film itu digambarkan peran seorang gadis minang yang berkelakuan seperti seorang penganut agama katolik yang taat.

Padahal di Minang itu jelas-jelas masyarakatnya mempunyai semboyan “Adat Basandikan Syara, Syara Basandikan Kitabullah” yang artinya adat dan masyarakat minang pedomannya adalah Al Qur’an. Dengan kata lain orang minang itu adalah beragama islam.

Namun dalam film Cinta Tapi Beda itu digambarkan ada orang minang yang beragama katolik. Ini pengaburan fakta dari sebuah adat masyarakat yang ada yang telah dijaga secara turun temurun, bahkan sampai ke anak cucu kelak akan kami jaga semboyan itu, tegas pengacara minang ini dengan gusar.

Sikap ketidak hadiran aparat penegak hukum dalam panggilan sidang juga sempat menuai kritik dari Indonesia Police Watch (IPW). Seperti yang dikutip dari keterangannya beberapa waktu yang lalu, terkait ketidak hadiran aparat kepolisian dalam panggilan sidang praperadilan. Ketua IPW Neta S Pane menyebut, seharusnya penyidik Polri menghargai upaya praperadilan. Ketidakhadiran penyidik sangat disayangkan karena bisa dinilai sebagai upaya melecehkan lembaga peradilan. Mengingat, lembaga ini adalah sarana bagi masyarakat untuk mendapatkan keadilan dari kemungkinan rekayasa  oknum kepolisian.

Selain itu, menurut dia, Mabes Polri perlu menegur penyidik yang tidak mau menghadiri praperadilan tersebut. Sebab, sikap tersebut menunjukkan penyidik tidak profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai anggota Polri. Karena mangkir itu secara jelas mencederai proses hukum dan melanggar rasa keadilan masyarakat.

“Apalagi kalau tidak ada penjelasan dari penyidik kenapa tidak hadir dua kali persidangan. Itu sama saja melecehkan lembaga peradilan,” jelasnya.(*)

Share this article :

Posting Komentar

 
Copyright © 2018 - All Rights Reserved
Created by Nusantara Bicara