Jakarta, nusantarabicara.co - Ormas Islam Parmusi (Persaudaraan Muslimin Indonesia) mendesak Presiden Joko Widodo agar segera mengirimkan Surat Presiden (Surpres) kepada pimpinan DPR RI bahwa pemerintah tidak (akan) menindaklanjuti pembahasan Rancangan Undang Undang HIP (Haluan Ideologi Pancasila).
“Parmusi mohon sikap tegas Presiden, sehingga rakyat bisa yakin bahwa inisiator RUU HIP yang kontroversial itu benar-benar RUU Inisiatif DPR, bukan dari pemerintah,” pinta Ketua Umum Parmusi H. Usamah Hisyam di hadapan Presiden Jokowi dan Mensesneg Pratikno di Istana Merdeka, Senin (29/6/2020).
Usamah diterima Presiden untuk menyampaikan rekomendasi Mukernas Parmusi yang diikuti Pengurus Parmusi Wilayah, Pengurus Muslimah Parmusi, Pengurus Lembaga Dakwah Parmusi (LDP) seluruh Indonesia pada Ahad pekan lalu secara virtual.
Di awal pembicaraan, Usamah yang didampingi Sekjen Abdurrahman Syagaff, pimpinan Lembaga Dakwah Parmusi KH. Farid Ahmad Okbah dan Ustadz Dr. Buckori Abdul Somad, Ketua Umum Muslimah Parmusi Nurhayati Payapo dan Bendahara Parmusi Dewi Achyani, menyampaikan rasa prihatin terhadap dinamika kehidupan bangsa dan negara dalam beberapa pekan terakhir.
Di tengah-tengah pemerintah dan masyarakat menghadapi kesulitan perang melawan pandemi Covid-19, terdapat manuver politik dari pihak-pihak tertentu untuk menggulirkan RUU Inisiatif DPR tentang HIP yang cenderung dapat memicu perpecahan vangsa.
Usamah secara tegas meminta agar rencana pembahasan RUU HIP yang telah diajukan DPR ke pemerintah harus ditolak, bahkan pemerintah harus mengungkap siapa oknum yang menggagas RUU HIP tersebut.
“Setelah ramai, beberapa anggota fraksi di DPR melempar bahwa bolanya sekarang sudah berada di pemerintah, mohon ketegasan bapak Presiden bagaimana sebenarnya masalah ini agar rakyat tidak bingung,” tandasnya.
Selain itu Usamah juga mengingatkan, Pancasila adalah jangkar bagi haluan ideologi Negara Kesatuan Republuk Indonesia (NKRI), yang tak boleh diayunkan ke kanan, apalagi ke kiri karena telah menjadi konsensus nasional the founding fathers dalam memproklamasikan Indonesia.
Karena itu, butir-butir Pancasila sebagai Haluan Negara yang sah dan final berada dalam pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan pada 18 Agustus 1945. Tafsirnya tak boleh lagi ditarik ke belakang, baik 1 Juni 1945 maupun 18 Juni 1945, yang hanya merupakan catatan sejarah.
“Parmusi datang ke Istana menghadap langsung Bapak, untuk mengetahui sikap pemerintah,” tegas Usamah.
Presiden mengungkapkan, pihaknya menyambut gembira sikap tegas Parmusi terhadap Pancasila sebagai ideologi nasional.
“Terus terang, saya tegaskan sekali lagi, RUU HIP merupakan usul inisiatif DPR, 100 persen usul DPR. Pemerintah sama sekali tidak tahu menahu materi RUU tersebut,” ujar Presiden, ditirukan Usamah.
Presiden menjelaskan, sambung Usamah, salah satu kesalahan fatal DPR adalah ketika sebelum menyusun RUU tersebut tidak melibatkan komponen masyarakat terutama ormas untuk didengar pendapatnya.
“Karena itu sekarang ini pemerintah tengah mendengarkan dulu masukan-masukan dari berbagai kalangan masyarakat, termasuk ormas-ormas, baru kemudian kami menentukan sikap, dan mengirim Surpres ke DPR,” tandas Usamah.
Pada kesempatan itu, Usamah juga mempersilakan pimpinan Lembaga Dakwah Parmusi KH. Farid Ahmad Okbah untuk menyampaikan pandangan Parmusi dalam pengelolaan bangsa dan negara yang patut diperhatikan Presiden agar bangsa ini dapat segera berkembang maju ke depan.
“Ada lima yang terpenting,” tegas Kiai Farid.
Pertama, tegakkan shalat dan kebenaran. Kedua, tegakkan keadilan di masyarakat, tak boleh timpang. Misalnya, oknum yang menusuk Jenderal Wiranto dihukum sampai belasan tahun penjara, sedangkan oknum yang menyiram air keras Novel Baswedan hanya satu tahun.
“Ini tak boleh lagi terjadi. Sebagai pemegang kendali struktur hukum tertinggi negara, Presiden dapat mengarahkan hal ini,” tandas Farid.
Selain itu, lanjut Farid, dalam memilih pembantu untuk menjalankan roda pemerintah, Presiden harus dapat memilih orang yang tepat, the right man on the right place.
“Keempat, Parmusi mendukung penuh Presiden untuk membasmi korupsi di semua tingkatan. Dan terakhir, pemerintah harus dapat melakukan pemerataan ekonomi agar tidak terjadi kesenjangan yang tajam,” tandas Kiai Farid. (Jaya. A)
Posting Komentar