Jakarta, Nusantara Bicara - Berkaca pada pemilihan umum (Pemilu) 2019 yang banyak memakan korban di duga kelelahan .
Diketahui sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengungkapkan adanya kemungkinan Pemilu 2024 berlangsung dengan sistem proporsional tertutup. Pasalnya, saat ini MK tengah memproses gugatan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka.
Menjadi PDI P satu-satunya partai di parlemen yang masih bersikukuh mengusulkan wacana sistem proporsional tertutup atau mencoblos partai politik (parpol) di Pemilu 2024.
Wacana itu pertama kali dilontarkan oleh partai besutan Megawati Soekarnoputri pada Februari 2022 lalu. PDIP menganggap sistem proporsional terbuka atau mencoblos calon anggota legislatif (caleg) yang diterapkan saat ini menelan ongkos Pemilu mahal.
Isu tersebut kemudian semakin gaduh usai kader PDIP-NasDem resmi mengajukan gugatan uji materiil terhadap Undang-undang (UU) Pemilu terkait sistem proporsional terbuka ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ryan (/Ketua Forum Pemuda Peduli Jakarta) berkomentar terkait wacana penerapan sistem proporsional tertutup pada pemilu legislatif tahun 2024 mendatang.
Jika dibandingkan dengan sistem proporsional terbuka yang berlaku di pemilu sebelumnya, sistem proporsional tertutup menurutnya memiliki lebih banyak kelebihan, dan lebih cocok untuk diterapkan pada penyelenggaraan pemilu legislatif secara serentak.
“Banyak ahli sudah mewanti-wanti kalau sebuah negara menyelenggarakan pemilu serentak maka pilihlah sistem yang paling sederhana, dan sistem tertutup ini adalah sistem yang sederhana dari sisi pemilih,” terangnya.
Mekanisme dan sistem pemilu dengan model closed list proportional atau sistem proporsional tertutup adalah tetap konstitusional," katanya.
Ia menilai pada hakikatnya wacana konstitusional berkaitan dengan pilihan-pilihan sistem atau model pemilu secara konseptual.
"Secara ideal, proporsional tertutup memiliki banyak keunggulan. Sistem ini mampu meminimalisasi politik uang karena biaya pemilu yang lebih murah jika dibandingkan dengan sistem proporsional terbuka," tambahnya.
Sistem pemilu proporsional terbuka, memiliki risiko adanya praktek jual beli suara. Hal tersebut merupakan hasil riset yang sudah dilakukan oleh banyak peneliti terkait penerapan sistem proporsional terbuka.
Selain itu, lanjutnya, penerapan sistem proporsional terbuka dinilai juga sebagai jalan pintas oleh calon legislatif untuk memperoleh suara.
Perolehan suara itu, tidak dengan kinerja atau karya politik yang memberikan kontribusi kepada masyarakat di daerah pemilihannya.
Menurut Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, pada prakteknya sistem Proporsional Terbuka justru melahirkan iklim demokrasi yang pragmatis dan tidak sehat karena meningkatnya politik uang, jegal menjegal antar calon, hingga penggunaan politik identitas dengan sentimen primordial berbau SARA dari masing-masing kontestan yang berakibat polarisasi masyarakat seperti terjadi pada satu dekade terakhir.
Selain itu, caleg terpilih dari sistem ini kata dia seringkali berdasarkan popularitas semata, dan bukan karena asas meritokrasi, kapabilitas dan profesionalisme sehingga pada akhirnya, kepentingan rakyat banyak yang dikorbankan, tambahnya.
Selain itu, kelebihan jika dilaksanakannya pemilu dengan proporsional tertutup, maka orang yang terpilih dan duduk menjadi wakil rakyat adalah orang yang benar-benar berproses di partai, bukan orang yang dengan kemampuan finansial kemudian tiba-tiba terpilih.
PDI Perjuangan menyatakan tetap teguh mendukung penerapan sistem proporsional tertutup meskipun pemerintah dan delapan partai politik lain berbeda sikap.
Bahwa dengan proporsional tertutup terbukti PDI Perjuangan mampu melahirkan banyak pemimpin yang berasal dari kalangan rakyat biasa.
Sebagai negara demokrasi, Indonesia melaksanakan pemilihan umum setiap 5 tahun sekali, yang pada Pemilu 2024 bakal digelar pada 14 Februari.
Pesta demokrasi tersebut digelar untuk memilih berbagai jabatan politik secara langsung oleh warga negara Indonesia yang telah memenuhi syarat untuk menjadi pemilih.
Berbagai jabatan politik itu meliputi presiden dan wakil presiden, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil Bupati, wali kota dan wakil wali kota, anggota legislatif yang terdiri atas DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan DPD.
Proporsional Tertutup diterapkan dalam Pemilu 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, dan 1999. Sedangkan Proporsional terbuka diterapkan pasca Reformasi 1998, yakni pada pemilu 2004, 2009, 2014, dan 2019.
Wacana pemilu sistem proporsional tertutup itu bisa menguntungkan PDIP dari perolehan suara.
Pnerapan sistem pemilu proporsional tertutup dapat membawa dampak baik, salah satunya menghadirkan anggota dewan yang berdasarkan kualitas.
Pimpinan DPR RI menyoroti usulan perubahan sistem pemilu yang akan digunakan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024, yaitu dari Sistem Proporsional Terbuka kembali menjadi Sistem Proporsional Tertutup. Diketahui, usulan tersebut merupakan bagian dari judicial review atau uji materi mengenai Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terkait Sistem Proporsional Terbuka.(Agus)
Posting Komentar