www.nusantarabicara.co

www.nusantarabicara.co
Media Perjuangan Penerus Cita-cita "The Founding Fathers" Bangsa Indonesia
Home » » Menteri ImiPas Terus Pantau Lapas dan Rutan Agar Tidak Ada " Kerajaan "

Menteri ImiPas Terus Pantau Lapas dan Rutan Agar Tidak Ada " Kerajaan "

Written By Nusantara Bicara on 6 Des 2024 | Desember 06, 2024




Jakarta,  Nusantara Bicara   ---   Apa yang digambarkan oleh Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan telah pernah diulas tuntas oleh Ahmad Taufik, seorang Advokat dan penulis beberapa tahun silam.

Kerajaan dalam Lapas dan Rutan dibagi ke dalam dua kerajaan. Kerajaan pertama ada di bagian pengamanan. Yang kedua, Kerajaan ada di Warga Binaan (WBP).

Fokus pada kerajaan WBP itu dipimpin Napi Bandar. Dari dua kerajaan ini terkesan dilukiskan jika memiliki hubungan diplomatik yang kuat.

Bahkan kedua rajanya rutin melakukan KTT (Konferensi Tambah-Tambah), mirip G20 (Government-20).

Tapi ini cuma G2 karena rajanya cuma dua. Menurut pandangan Taufik, yang kerajaan pertama biasanya bukan dipimpin Kepsla LP atau Kepala Rutan melainkan orang pada tingkat lebih rendah, mulai dari kepala keamanan, komandan paste (petugas tetap), penjaga blok, sampai pemegang kunci pintu.

Untuk kerajaan kedua, pemerintahannya seorang tahanan atau narapidana Bandar. Dia berkuasa.

Mantan Kepala Sekretaris Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Didin Sudirman, saat menjabat Kepala Lapas Pemuda Tangerang, pernah berhadapan dengan narapidana yang berkuasa di penjara yang dipimpinnya.

Karakter narapidana itu, menurut Didin, memiliki sifat pemberani, kaya secara finansial sehingga apa pun, termasuk kekuasaan dan aturan, bisa ia peroleh dengan jalan “KTT“, punya beking, bahkan pernah sesumbar bisa memindahkan pejabat lapas karena kenal dekat dengan pejabat tinggi.

Untung saja Didin, yang dipaksa mengundurkan diri (istilah lebih halus dari dipecat), dapat mengatasinya tanpa menimbulkan kericuhan dan korban.

Selama tinggal hampir tiga tahun di lima tempat (Rutan Polda Metro Jaya, Rutan Salemba, serta LP Cipinang, Cirebon, dan Kuningan), Didin merasakan aroma betapa berkuasanya sipir penjara dan Raja Bandar.

Mereka bisa berbuat apa saja (waktu itu menyiksa dengan buntut ikan pari) atau memeras keluarga warga binaannya.

Tentu saja kekuasaan (kewenangan) itu “berguna“ untuk “pembinaan“ dengan cara menimbulkan rasa takut.

Walaupun hal ini bertentangan dengan konsep pemasyarakatan yang dicetuskan Menteri Kehakiman Saharjo dan prinsip The Implementation of Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoner.

Dalam aturan standar minimum itu disebutkan syarat yang harus dimiliki petugas pemasyarakatan adalah integritas moral, profesionalisme, rasa kemanusiaan, dan kecocokan pekerjaan sesuai dengan hati nuraninya.

Karena itu, upaya yang harus ditempuh manajemen pemasyarakatan dan Rutan adalah menciptakan kondisi kondusif bagi terbentuknya petugas yang memenuhi persyaratan tersebut (David J. Cooke).

Kekuasaan kepala lapas dan rutan bahkan bisa lebih besar dari Dirjen Pemasyarakatan sendiri.

Pengalaman tak enak pernah menimpa seseorang. Saat saya  tinggal di LP Kesambi Cirebon (1996), ayah saya meninggal dunia.

Ada aturan yang mengizinkan seorang anak keluar sebentar dari penjara untuk melayat orang tuanya.

Seperti halnya Antasari Azhar diizinkan keluar sebentar untuk menghadiri pernikahan anaknya.

Di Jakarta, Dirjen Baharuddin Lopa memberikan izin tertulis agar saya bisa keluar dari penjara itu dengan kawalan petugas untuk melayat ayah. Tapi kepala LP tak mengizinkan, dengan alasan saya tahanan politik.

Padahal kondisi saya waktu itu sudah asimilasi (bekerja di luar LP saat pagi sampai siang), artinya saya bukan lagi orang yang berbahaya.

Dirjen sekelas almarhum Lopa pun (berani) ditentang oleh kepala lapas. Itu menunjukkan betapa berkuasanya sipir sampai kepala di LP.

Saat tinggal di Salemba, berbagai perbuatan dan bisnis haram bisa bebas dilakukan. Dari berjudi, prostitusi, sampai jual-beli narkoba.

Nah, dengan semakin meningkatnya jumlah tahanan narkoba, bisnis itu pun dikendalikan dengan aman dari dalam.

Pelindungnya, sipir dari bawah sampai atas (tentu tidak semua terdampak), tapi tertangkapnya Kepala LP Nusakambangan beberapa waktu lalu membuktikan hal itu.

Bahkan sang kepala LP menjadikan rekening bank cucunya sebagai tempat masuknya hasil transaksi.

Di seluruh LP dan Rutan itu ada kerajaan dan dua Rajanya setiap saat meeting membangun strstegi. Gampang dideteksi.

Jika ada bandar sekaligus sebagai Raja dalam Rutan lalu dipertahankan oleh Raja dari Raja pengamanan untuk tidak dipindahkan ke Lapas atau yang ada dilapas tidak dipindah ke Lapas yang ketat, maka ada tanda-tanda seperti yang disampaikan Menteri Imi-Pas Agus Andrianto akan eksistensi sebuah kerajaan.

Sebuah investigasi membuktikan jika perlu segara dilaporkan ke Menteri Imi-Pas agar ini segera dituntaskan. Tidak sulit diketahui siapa raja dari pengamanan dan siapa raja dari Napi.

Korban-korban dan teman korban kedua kerajaan itu mau bercerita yang penting cara masuknya bagus dan hasilnya dapat segera sampai ke pak Menteri Imi-Pas.

Perlu dilakukan perpindahan para narapidana Raja dan para sipir Raja juga perlu sering dilakukan, agar mereka tak sempat mencengkeramkan kuku di satu lapas-rutan dan menjadi “raja” di sana.(Red)

Share this article :

Posting Komentar

 
Copyright © 2018 - All Rights Reserved
Created by Nusantara Bicara