(Foto : Tangkapan layar) |
Penulis : Padrika
Siregar
Tanggal 22 January
2025
Berakhirnya perang di Gaza yang ditandai dengan adanya pelaksanaan perjanjian gencatan senjata pada 19 Januari 2025 antara Israel dan Gaza, telah membuat hati jutaan masyarakat Gaza tersenyum bahagia, genjatan senjata ini setidaknya telah membuat masyarakat Gaza terlepas dari ujian berupa pembunuhan dan penderitaan kelaparan serta kesulitan menghadapi cuaca musim dingin dengan tanpa adanya baju hangat dan tempat yang aman untuk ditempati.
Selama 15 bulan, sebelum tanggal 19 Januari 2025. Masyarakat Gaza terus mendapat penderitaan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis oleh Israel dibantu dengan pendukung utamanya Amerika Serikat yang terus melakukan aksi brutal secara masif ke seluruh masyarakat Gaza dengan cara ‘penakut’ yaitu berperang dengan tidak berhadap-hadapan (dengan jarak dekat) namun berperang dari jarak jauh dengan melakukan pengeboman menggunakan bom-bom berhulu ledak skala besar (Bom Karpet) melalui udara ke seluruh wilayah Gaza, akibatnya korban tewas yang ditimbulkan tidak hanya mengenai tentara namun mengenai secara massal termasuk masyarakat sipil yang didalamnya terdapat anak-anak, wanita dan orang tua. Oleh karena itulah orang-orang menyebutnya ini adalah ‘Genosida’ pemusnahan secara massal.
Perasaan haru dan senyum
bahagia tidak hanya dirasakan oleh masyarakat Gaza dengan adanya gencatan
senjata ini namun seluruh manusia di belahan bumi ikut merasa senang dan
bahagia terutama umat moslem yang merasa lega dimana akhirnya masyarakat Gaza
dapat melewati dan mengakhiri ujian kesabaran dan keikhlasan atas penderitaan
yang dialaminya sekaligus memuji dan merasa bangga atas ketangguhan dan
kegigihan entitas Gaza menghadapi semua itu.
Dalam hal ini Hamas dan masyarakat Gaza telah membuktikan kepada masyarakat moslem dan bisa menjadi ‘role mode’ dunia Islam ke depannya, bahwa mereka telah mampu melakukan perlawanan yang heroik dalam rangka mewakili umat moslem di seluruh dunia untuk dapat tetap mempertahankan Al-Quds (Kompleks Masjidil Al-Aqsa) dari tangan-tangan penjajah zionis dengan bersandar dengan sandaran yang kuat, yaitu Allah Subhana Wa Ta’ala.
(Foto : Tangkapan Layar) |
Walaupun kehidupan dunia itu penting bagi seorang moslem tapi ia meyakini dan beriman dengan adanya kehidupan akhirat dan diperintahkan untuk menyeimbangkan kedua kehidupan ini, yakni antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat namun diberitahukan dan ditekankan juga bahwa kehidupan di akhirat itu lebih baik daripada kehidupan di dunia sehingga ia (Seorang Moslem) rela menderita dan mengorbankan kehidupan dunianya agar dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik sesudah kematiannya, yaitu kehidupan di akhirat kelak.
Disamping itu, ada beberapa dokrin bagi pemeluk agama Islam yang membuat penganutnya penuh semangat dan kuat dalam menghadapi penderitaan di dalam perang. Salah satu dokrin yang populer adalah yang mengatakan. “Bahwa tidak ada kerugian bagi seorang Moslem bila ia berperang dengan kaum Kafir yang memerangi ajaran Islam. Dimana bila seorang Moslem itu terbunuh dalam perang tersebut maka ia akan mati syahid dan memperoleh keuntungan dengan ganjaran pahala syurga, dan bila ia memenangkan perang maka berarti ia memperoleh keuntungan karena telah berkontribusi mengalahkan musuh Islam dan di akhirat kelak ia akan masuk dalam golongan barisan pejuang agama islam.” Dokrin inilah yang membuat seorang moslem merasa bangga dan terhormat untuk bisa ikut ke medan perang dalam barisan perjuangan.
( Foto : Tangkapan Layar) |
Menilik dari lahirnya gencatan senjata ini, hal tersebut tidak terlepas dari peran vital negara Amerika Serikat sehingga gencatan senjata tersebut dapat terlaksana. Amerika Serikat bila penulis ilustrasikan sepak terjangnya memang seperti orang yang sedang berjalan dalam gelap, bila diberi cahaya petir (teguran) baru ia berjalan dalam kebaikan namun bila kilauan petir itu telah berlalu dan menghilang ia kembali lagi berjalan dalam kegelapan.
Sebenarnya penulis sudah 2 kali mengngatkan negara Amerika Serikat melalui tulisan di media ini sebanyak 2 (dua) kali agar Amerika Serikat tidak membersamai Israel dalam perang di Gaza. Pertama pada saat sesudah terjadinya badai helena di Florida dan kemudian sebelum terjadinya bencana kebakaran di Los Angeles, California. Pada saat itu penulis mengingatkan akan ada variasi dan jenis kekuatan baru yang muncul dan konsekuensi yang akan diterima oleh Amerika apabila terus mendukung Israel melakukan kezholiman kepada orang-orang Palestina di Gaza.
Penulis hanya dapat mengatakan bahwa dunia ini terdapat 2 (dua) unsur sebagaimana halnya tubuh manusia. Yaitu, unsur yang kasat mata dan unsur yang tidak kasat mata (Ghaib atau Roh). Ke dua unsur ini sama-sama penting dan sama-sama mempunyai kekuatan. Oleh karenanya penulis berharap ke depannya Negara Amerika Serikat komitmen seperti orang yang sedang mendapat cahaya kilat dengan tidak membersamai Israel lagi memerangi 'Gaza', biarlah Israel sendiri menanggung akibat dari perbuatannya, tak usah ikut campur yang bisa membuat Amerika terperosok ke dalam bahaya.
Sebab, penulis meyakini bahwa bencana kebakaran yang
melanda Los Angeles, California hanya sebagian kecil dari jenis variasi kekuatan
baru yang muncul dari kekuatan yang tidak kasat mata (Ghaib), jangan sampai muncul variasi dan
jenis kekuatan baru yang lebih besar lagi ke depannya. Mari jadikan dunia ini menjadi
damai khususnya di wilayah Timur tengah. (Penulis adalah pimpinan redaksi di
Media Siber www.nusantarabicara.co
dan ketua organisasi Syarikat Islam Indonesia cabang Jakarta Pusat)
Posting Komentar