Jakarta, Nusantara Bicara -- Setelah proses sengit persidangan ditemukan banyak kejanggalan yaitu Alat visum et Repertum, andalan yang disodorkan penyidik rupanya tidak dapat dibuktikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Melda Siagian, SH pada proses persidangan perkara ijal dengan menggunakan pasal 81 ayat (1) UU no. 17 tahun 2016 dengan tuntutan 13 tahun penjara sehingga kuasa hukum terdakwa ijal mempertanyakan Alat Bukti Simple Swab yang diperiksa dokpol sebanyak dua kali sebagai perbandingan yang diduga penyidik telah sengaja menghilangkan Barang Bukti.
Kasus perkara pidana yang ditangani oleh Gerhard Sijabat,S.Sos.,MH berpangkat Ajun Komisaris dan Achmad Muchlis, SH sebagai Bripka Polres Jakarta Utara, dalam acara pledoi yang lalu diharapkan agar "Pembuktian harus lebih terang daripada cahaya" Sebab perkara banyak kejanggalan dan itu diduga penyidik telah berusaha memainkan suatu sandiwara dalam mentersangkakan ijal agar naik menjadi tersangka.
Kasus perkara yang sudah berjalan 8 bulan lebih tanpa status tersangka. Menurut Charles Sepriano.,SH yang ikut angkat bicara dalam persaksiannya dihadapan majelis hakim, sebagai kuasa hukum pertama dulu yang mendampingi ijal setiap ada pemanggilan polisi, menuturkanbahwa kasus ijal terdapat alat buktinya yang tidak kuat atau lengkap namun sepertinya penyidik memaksakan naik karna diduga ada tekanan dari pihak korban untuk dipaksakan naik menjadi tersangka.
Lihat saja dalam proses persidangan, pada Saksi ahli Forensik dokter Aria Yudistira Sp, FM, yang dihadirkan oleh JPU sewaktu dimintai keterangan oleh hakim tentang hasil visum et Repertum dengan nomor 255/IV/PKT/IX/2023 RSCM Cipto Mangun Kusumo pada tanggal 12 September 2023. Dokter Aria tidak bisa menerapkan dengan pasti agar Hukum menjadi terang, namun hanya menjelaskan ada robekan pada selaput dara dan terdapat Cristal Mani. Namun dokter Aria tidak bisa menerangkan soal DNA Cristal mani itu milik siapa dan robekan selaput dara dikarenakan apa? Sewaktu Aria di mintai keterangan yang jelas mengenai DNA, namun dokter Aria hanya mampu memberikan alasan saksi bahwa pemeriksaan DNA memerlukan 72 jam lamanya. Ujar Aria didalam sidang sebagai saksi Ahli Khusus.
Sebaliknya Prof. Dr. Hasudungan Sinaga,. MM,.MH sebagai Saksi Ahli Pidana, menjelaskan demi keadilan untuk kepastian hukum menuturkan bahwa perkara ijal pada dasarnya terdapat pada pemeriksaan penyidik yang didalamnya ada keraguan terkait hasil dari alat bukti visum et repertum sehingga kenapa dilakukan simple swab sebagai penunjang atau perbandingan alat bukti tersebut. Jika sudah dilakukan visum namun masih dilakukan pengambilan simple swab, maka disitu terdapat keraguan terhadap hasil Visum yang telah di lakukan oleh pihak yang berwenang.
Selain itu sebelum perkara ijal dilimpahkan ke persidangan. JPU Melda, SH sempat bertanya kepada penyidik mengenai alat bukti Visium, yang katanya "apakah alat bukti visium sudah ketemu hasilnya, agar perkaranya ini dapat diterima Jaksa. " Akan tetapi, Penyidik tidak dapat memberikan keterangan pasti kepada JPU. Bahkan bukan hanya itu. Pengambilan Simple swab dengan no. Spgl/2646/XII/RES.1.24/2023 RESKRIM tanggal 19 Desember 2023 oleh Dokpol Ipda Kadek Ayu Widya. L. S. Tr. K, sebagai alat bukti, tidak dihadirkan di dalam sidang.
Dalam pemanggilan Penyidik Polres Jakut untuk dilakukan Simple Swab mengatakan bahwa tujuannya hanya sebagai alat perbandingan atas alat bukti visium, namun hasil pemeriksaan Simple Swab yang sudahdilakukan pada tanggal 19/12/203 oleh Ipda Kadek Ayu Widya. L. S. Tr. K, tidak dihadirkan di dalam persidangan itu, sehingga dianggap tuntutan JPU sangat tidak memenuhi rasa keadilan dalam usaha dan upaya untuk menemukan kebenaran hukum bahwa pembuktian harus lebih terang dari cahaya.
Pengambilan simple swab sebanyak dua kali tersebut dengan alasan sebagai perbandingan atas alat bukti visium 19 Desember 2023 lalu, dianggap kurang lengkap atau kurang kuat. Sehingga kasus ini diduga telah terjadi suatu unsur penyalahgunaan wewenang kepolisian, sebab ketika ditanya tentang pemeriksaan Simple Swab. DNA ijal yang dimasukkan ke dalam amplop berwarna coklat tersebut oleh Dokpol, tidak disegel sebagai prosedural resmi pita merah sebelum dibawa ke laboratorium dan menyerahkan ke penyidik. Ujar Dokpol Ipda Kadek Ayu Widya
Karna melihatdan mendengar ada kejanggalan dalam prosedural pemeriksaan Simple Swab, maka akhirnya penyidik dilaporkan ke Kabidpropam Polda Metro Jaya tanggal 3/1/2024 berdasarkan surat laporan Polisi no. LP/B/892/IX/2023/SPKT/Polret Metro Jakut bahwa dalam surat KabidPropam no. B/Und103/I/WAS.2.4./2024/Bidpropam disinyalir ada diduga bahwa penyidik melanggar no. 7 tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi berupa intimidasi dan intervensi terhadap terlapor. Dan terbukti didalam pengadilan, bahwa alat bukti Simple Swab yang sudah terlaksana dua kali tersebut 19/12/2023 itu sengaja dihilangkan penyidik.
Sungguh malang nasip yang dihadapi oleh ijal selama 1 tahun lebih lamanya, dia terpaksa berpisah sementara sama keluarganya, sehingga bapak tiga anak ini yang masih kecil-kecil sebagai bapak penopang keluarga "mau tidak mau harus sementara waktu terpisah dari Istri dan anak-anaknya.
Kasus ijal inijadi sorotan media Karna diduga Penyidik memperkara ijal hanya berdasarkan asumsi rekayasa yang tanpa Renkrontruksi dan olah TKP agar tampak benar-benar terjadi ada peristiwa persetubuhan tindak pidana pasal 81 ayat (1) no. 17 tahun 2016.
Akibat kinerja buruk Penegak hukum, akhirnya, integritas JPU dan Hakim dipertaruhkan sehingga sidang putusan ditunda hingga selasa depan 11 Maret 2025. Tertundanya sidang yang disampaikan oleh Hakim dan JPU itu didalam ruang sidang PN Jakut 4/3/2025 kepada para wartawan, Lantaran kuasa hukum terdakwa tidak dapat hadir yang dikarenakan sedang menjenguk orangtuanya yang sedang sakit di Sumatera Barat dan Partner Kuasa Hukum pun tidak hadir di jadwal sidang putusan hakim.
Mengingat pada proses persidangan kuasa hukum terdakwa ijal, Sepra Yogi Linel,. SH. MH dan Erwin Kotalima,.SH yang telah menyampaikan baik secara Pledoi maupun Duplik pembelaan terhadap ijal yang dituntut JPU 13 tahun pada bantahan Repliknya yang penuh dengan kekeliruan pandangan Hukum sehingga menghasilkan perdebatan yang jauh berbeda pendapat Requisitoir dengan JPU bahwa berdasarkan pada proses yuridis yang banyak mengeluarkan bukti-bukti dan keterangan para saksi sebagai alat bukti bahwa demi hukum berkeadilan terbukti terdakwa ijal tidak bersalah sesuai pasal tuntutan pidana 13 tahun yang dituntutan JPU itu.
Dalam analisis Wartawan Potret Indonesia melihat bahwa proses perkara menurut fakta yang berjalan, mengkerucut dari keterangan dua saksi mata yang melihat langsung kejadian 6 September 2023. Dan Keterangan Hendra Wahyudi dan Anita Diadar. Saksi Lis yang berada pas berhadapan di pintu lokasi TKP tersebut menuturkan bahwa tidak benar terdakwa ijal berada didalam kamar bersama korban anak yang dituduhkan orangtua korban.
Menurut saksi rini, tidak benar korban anak ditarik secara paksa oleh terdakwa ijal sementara sebagai istri setelah sholat berada di lokasi, menggantikan suaminya bergantian jaga dan jualan di kios yang pas dibawah TKP. Dan tidak benar tuduhan Anita Diacara suaminya memaksa korban anak melakukan persetubuhan, sebab kamar itu berada diatas kios yang bisa sangat jelas terdengar jika ada kebisingan apalagi sampai 3 kali saya bertanya kepada anak tersebut dengan serius, mengatakan "Tidak Diapa-apain". Dan ketika ditampar Anita Diadara ibunya, baru anak tersebut bilang bahwa dia hanya dipegang pundaknya saja. Katanya.
Menurut Saksi mata bu Lis yang melihat langsung mengatakan bahwa ijal berada diluar depan pintu pas tangga, saat itu pintu kamar terkunci dari dalam sehingga Anita Diadara mengkedor-kedor pintu sangat keras terdengar, dan terdakwa ijal saat itu sedang berdebat dengan Anita ibunya korban anak sambi Anita teriak-teriak dari bawah tangga pas pintu kios belakang tempat kontrakan yang sedang mencari anaknya. Dan bapaknya Hendra Wahyudi ketika datang di hadapan kami, tidak ada expresi kemarahan saat itu, namun Anita tetapterus menekan Hendra agar marah. Namun Hendra hanya mengatakan "Ya nanti kita laporkan"
Kasus yang mulai terjadi sejak 6 September 2023. Pada bulan Juli 2024. Penyidik baru melakukan penahan setelah ijal dengan tetap kooperatifnya selalu hadir dalam pemanggilan kepolisian untuk dimintai keterangan lebih lanjut sebagai tersangka oleh penyidik. Padahal penyidik Polres Jakut tahu betul bahwa kinerjanya penyidikannya tidak pernah melakukan Rekonstruksi Ataupun Olah TKP untuk menemukan titik terang perkara sebenarnya, bahkan pernah juga ditantang penyidik untuk melakukan Konfrontir ke dua belah pihak dan terdakwa ijal dan Keluarganya dengan tegas berani menerima tantangan tersebut. Namun penyidik mengurangi niat konfrotir terhadap ijal yang dilaporkan oleh Hendra Wahyudi dan Anita Diadara tetangga dekatnya sendiri.
Akhirnya atas simpang siur perkara antara Jaksa Penuntut Umum (JPU) Melda Siagian, SH dengan Penasehat Hukum terdakwa Sepra Yogi Liner, SH, MH dan Erwin Kotalima, SH, pada sidang putusan sesuai keputusan hakim ketua Wijawiyata SH, dan pesan Dari kuasa hukum terdakwa Sepra Yogi Liner, SH, MH kepada potret-Indonesia. com, Selasa (4/3/2025) lalu.
Menurut Yogi, wajar -wajar saja bila hakim menunda sidang putusan. Mungkin dikarenakan adanya pertimbangan-pertimbangan lain yang masih perlu dibahas kembali. Jadi “Bagus lah hakim menunda sidang putusan ini, maka dengan demikian mundurnya satu minggu, berarti hakim masih bisa berpikir Objektif sebelum menentukan keputusannya nanti.
Disamping itu, kesatuan organisasi kemasyarakatan Lembaga Perlindungan dan Pemberdayaan Konsumen Indonesia (LPPKI). Mengamati dengan seksama antara keterangan Pledoi, Replik, dan Duplik para penegak Hukum tentang kasus ijal ini, seperti yang dikatakan kuasa hukum terdakwa bahwa secara obyektif, hakim sudah barang tentu tidak perlu lagi diverifikasi karna bersifat Netral yang mengesampingkan bias personal, baik prasangka dan preferensi dari penilaian subyektif Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Tentunya Hakim juga akan lebih dominan pada Integritas dirinya ketika membuat penilaian dalam mengambil keputusan akhir. (FR)
Posting Komentar