Jakarta, Nusantara Bicara -- Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) IHII (Institut Hubungan Industrial Indonesia) menolak rencana penerapan KRIS (Kelas Rawat Inap Standar) bagi peserta BPJS. Yang akan dilaksanakan pada 1 Juli 2025 mendatang. Sesuai Peraturan Presiden no 59 tahun 2024 pasal 46 ayat 7.
Hal tersebut dikemukakan oleh Ketua IHII Saepul Tavip dan Sekretaris IHII Enung Yani didepan wartawan, dalam acara buka puasa, Selasa sore (11/3/2025) di Jakarta.
Saepul Tavip minta pemerintah untuk melaksanakan amanat pasal 34 ayat 3 UUD 1945, yaitu memudahkan akses pelayanan rawat inap dengan meningkatkan jumlah tempat tidur Rumah Sakit, untuk peserta JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).
“Pemerintah harus mematuhi amanat UU No 13 tahun 2022 dengan melibatkan berbagai pihak. Termasuk SP/SB, ketika akan me-regulasikan semua hal terkhusus tentang JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).
“Kami SP/SB siap terlibat untuk membicarakan masalah ini dan mencari solusinya. Misalnya dengan mengkaji penerapan KRIS, 2 ruang perawatan sebagai solusi” papar Saepul.
Lebih jauh, dia bilang, untuk meningkatkan kualitas non medis klas 3, saat ini, diminta Pemerintah fokus membatasi jumlah tempat tidur di klas 3 yaitu maksimal 5 tempat tidur. Dengan kamar mandi didalam ruangan dan kelayakan lainnya.
“Mengingat tanggal 1Juli 2025 tinggal beberapa bulan lagi, maka kami minta pemerintah segera merevisi pasal 103 B ayat 1 PerPres 59 tahun 2024 yang mengamanat kan penerapan KRIS secara menyeluruh paling lama 30 Juni 2025. Libatkan lah semua stakeholder JKN untuk membicarakan KRIS. Kami SP/SB, siap memberikan usulan konstruktif,” pintanya.
Disebutkan, salah satu tantangan JKN saat ini dan masa depan adalah memastikan akses pasien JKN ke fasilitas kesehatan. Khususnya ruang perawatan lebih mudah dan pelayanan perawatan lebih layak.
Namun, permasalahan yang muncul dengan rencana pelaksanaan KRIS yang dilakukan secara utuh mulai 1Juli 2025. Yakni untuk menerapkan 1 ruang perawatan dengan maksimal 4 tempat tidur, Sehingga penerapan ini akan menghapus pelayanan ruang perawatan klas 1, 2 dan 3 bagi peserta JKN.
“Dengan adanya KRIS satu ruang perawatan, maka akan ada iuran tinggal untuk peserta mandiri yang nilainya pada kisaran iuran klas 4 dan klas 2, saat ini. Hal ini berpotensi menurunkan pendapatan iuran dari peserta mandiri. Yang akan berdampak pada defisit pembiayaan JKN. Juga KRIS satu ruang perawatan menegaskan prinsip gotong royong di UU SJSN. Karena pendapatan iuran klas 1 dan klas 2 akan menurun. Sementara klas 3 akan naik yang akan mendukung jumlah peserta mandiri menunggak,” kilah Saipul. (Agus)
Posting Komentar