www.nusantarabicara.co

www.nusantarabicara.co
Media Perjuangan Penerus Cita-cita "The Founding Fathers" Bangsa Indonesia
Home » » Asal-Usul Nama Kedoya, Jakarta Barat: Dari Hutan Pohon Kedoya hingga Tradisi Ziarah Kubro yang Melekat

Asal-Usul Nama Kedoya, Jakarta Barat: Dari Hutan Pohon Kedoya hingga Tradisi Ziarah Kubro yang Melekat

Written By Nusantara Bicara on 13 Apr 2025 | April 13, 2025

Alf Muh Kurnia Ahyat, DM,SH



Jakarta Barat, Nusantara Bicara  -–   Nama Kedoya tentu tidak asing bagi warga Ibu Kota. Kawasan ini masuk dalam wilayah Kelurahan Kedoya, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Selain dikenal karena keberadaan studio televisi nasional Metro TV dan kantor redaksi Harian Media Indonesia, Kedoya juga punya sisi historis dan spiritual yang jarang diketahui publik.

Namun, satu pertanyaan klasik sering muncul: dari mana asal nama “Kedoya”? Apakah berasal dari bahasa asing? Atau ada kaitannya dengan kebudayaan kuno?

Pohon Kedoya, Bukan dari Bahasa India

Dalam buku 212 Asal-Usul Djakarta Tempo Doeloe karya Zaenuddin HM (Ufuk Press, 2012), disebutkan bahwa nama Kedoya tidak berasal dari bahasa India, sebagaimana dugaan umum. Ternyata, nama Kedoya berasal dari sejenis pohon yang pernah tumbuh subur di kawasan ini, yakni pohon Kedoya – dalam bahasa Latin dikenal sebagai Dysoxylum gaudichaudianum, dan dalam bahasa Inggris disebut ivory mahogany. Pohon ini memiliki buah sejenis duku yang manis dan digemari masyarakat kala itu.

“Dulu kawasan ini benar-benar seperti hutan pohon Kedoya. Penduduk banyak menanamnya untuk dimakan buahnya dan jadi sumber penghidupan,” ujar Alf. Muh. Kurnia Ahyat, D.M., S.H., tokoh muda sekaligus cicit dari ulama besar Kedoya, Guru Hamza bin KH. Syafi’ih Kedoya, saat ditemui Awak Media di sela acara ziarah kubro, Rabu (9/4).

Namun seiring pembangunan yang makin masif, pohon-pohon Kedoya ditebang, lahan berubah menjadi perumahan dan bangunan, hingga akhirnya nyaris tidak ada lagi jejak pohon Kedoya di tempat yang dulu jadi asal namanya.

Jejak Ulama dan Karomah yang Melegenda

Tak hanya sejarah fisik, Kedoya juga menyimpan kisah keagamaan yang kuat. Salah satu ulama kampung yang tumbuh dan dikenal di sini adalah Guru Hamza bin KH.Syafi'ih bin KH.Adim Kedoya sosok guru mengaji yang alim dan tawadhu yang dikenal luas di kalangan Betawi tempo dulu. Nama beliau bahkan disebut-sebut oleh Al-Ustadz Al-Habib Alwi bin Abdurrahman Assaqof dalam salah satu ceramahnya karena karomah yang luar biasa.

“Waktu beliau duduk mengaji dengan gurunya, air hujan yang sudah turun bisa naik kembali dan tanah jadi kering. Itu disaksikan langsung oleh Habib Alwi. Semua karena adab dan keta'diman Guru Hamza kepada gurunya, Sayyidil Walid Al-Ustadz Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Assaqof,” ungkap Kurnia.

Karomah itu menjadi legenda yang terus hidup dari generasi ke generasi di Kedoya, menandakan kuatnya tradisi spiritual yang telah mengakar.

Ziarah Kubro: Tradisi Sakral Masyarakat Kedoya

Satu lagi yang tak bisa dilepaskan dari identitas Kedoya adalah tradisi Ziarah Kubro, yang digelar setiap 26 Rajab. Acara ini menjadi ajang silaturahim masyarakat dan tokoh agama Kedoya, sekaligus bentuk penghormatan kepada para ulama dan leluhur yang telah berjasa.

Tradisi ini kini dipelopori oleh Alf. Muh. Kurnia Ahyat, D.M., S.H yang akrab disebut bang kur, sosok muda agamis yang dikenal aktif membaur membantu masyarakat dalam persoalan hukum. Ia juga sering terjun langsung membela warga yang termarginalkan.

“Ziarah Kubro bukan cuma rutinitas, ini adalah identitas. Ini ajang menyambung batin antarwarga, menghidupkan semangat keislaman dan kekeluargaan. Kita ingin generasi muda tahu siapa tokoh-tokoh di tanah ini, dan belajar adab serta perjuangan mereka,” ujar Kurnia tegas.

Kegiatan ini juga dirangkai dengan pengajian, pembacaan tahlil, tausiyah dari para habaib dan ustaz, hingga santunan bagi anak yatim dan kaum dhuafa. Tak jarang, acara ini dihadiri ribuan warga dari berbagai penjuru Jakarta.

Dengan segala jejak sejarah, spiritualitas, hingga kearifan lokalnya, Kedoya bukan sekadar nama wilayah. Ia adalah simbol identitas, tempat lahirnya ulama, dan wadah tumbuhnya generasi muda yang berjuang meneruskan nilai-nilai luhur.

“Kita boleh hidup di zaman modern, tapi kalau lupa akar sejarah, kita bisa kehilangan arah,” tutup Kurnia sambil tersenyum, sebelum berpamitan melanjutkan kegiatan sosialnya di wilayah Jakarta Barat. (Asep S)
Share this article :

Posting Komentar

 
Copyright © 2018 - All Rights Reserved
Created by Nusantara Bicara